SEMPURNA TAK HARUS LENGKAP SEUTUHNYA Namaku Alby Senjaya, sebenarnya ini bukan kisah ku melainkan kisah dari sahabat penaku. Aku mengenal dia sejak aku duduk dikelas 3 SMA, hubungan persahabatan kami tetap terjaga sampai saat ini. Dia adalah orang yang tidak pernah sungkan berbagi kisah hidupnya kepadaku, mulai dari percintaan, ekonomi, bahkan mengenai keluarganya. Dipertemuan kami pertengahan agustus 2020, ia sempat berbagi kisah hidupnya sebelum pergi merantau ke Lampung. Kisah yang menurutku jika dibungkus dalam sebuah karya, akan menjadi inspirasi bagi penikmatnya. Di tulisan ini, aku akan mencoba memposisikan diriku sebagai dia, tidak lain tujuannya agar pembaca lebih mudah memahami setiap kata-katanya. Aku memulai tulisan ini tepat pada masa pandemic yang benar-benar perdana ku alami. Aku menulis bukan semata-mata untuk menceritakan kegagalanku pada dunia melainkan aku hanya ingin berbagi pelajaran dari kisah yang terjadi. Aku adalah anak milenial, lahir di tahun 1997 yang per
Covid-19 Karya AlbySenjaya Agama berfariasi, populasi Tikus berdasi, Perang tanpa henti, Radikalisme mendominasi, Resesi ekonomi, Rusak etika diminati, Banjir belum teratasi, Merapi erupsi, Dan yang paling dini Corona menginfeksi, Dunia di rundung ngeri. Syair apa yang bisa kunubatkan, Simponi apa yang bisa kupersembahkan, Para jalang melata kepermukaan, Fasik memakai ribuan topeng kebenaran, Berlapis benteng pembelaan. Sehat berwalang hati, terinfeksi diisolasi, terlambat mati. Domisili? eksistensi? posisi? corona bukan umi dengan peduli. Usia? genutalia? kasta? corona bukan bunda dengan iba. Kau masih tenang dengan alkoholmu, kau lupa rohmu? kau masih tenang dengan rasta mu, kau lupa ragamu? kau masih tenang dengan senjamu, kau lupa usia mu? kau masih tenang dengan kopi mu, kau lupa matimu? Semesta sedang bersedih, manusia menunggu waktu beralih. Bukan hanya milik China, Italia, Amerika, Yordania, Belanda, Malaysia, tapi seluruh Dunia. Tuhan? pengakuan dosa? t