SEMPURNA TAK HARUS LENGKAP SEUTUHNYA Namaku Alby Senjaya, sebenarnya ini bukan kisah ku melainkan kisah dari sahabat penaku. Aku mengenal dia sejak aku duduk dikelas 3 SMA, hubungan persahabatan kami tetap terjaga sampai saat ini. Dia adalah orang yang tidak pernah sungkan berbagi kisah hidupnya kepadaku, mulai dari percintaan, ekonomi, bahkan mengenai keluarganya. Dipertemuan kami pertengahan agustus 2020, ia sempat berbagi kisah hidupnya sebelum pergi merantau ke Lampung. Kisah yang menurutku jika dibungkus dalam sebuah karya, akan menjadi inspirasi bagi penikmatnya. Di tulisan ini, aku akan mencoba memposisikan diriku sebagai dia, tidak lain tujuannya agar pembaca lebih mudah memahami setiap kata-katanya. Aku memulai tulisan ini tepat pada masa pandemic yang benar-benar perdana ku alami. Aku menulis bukan semata-mata untuk menceritakan kegagalanku pada dunia melainkan aku hanya ingin berbagi pelajaran dari kisah yang terjadi. Aku adalah anak milenial, lahir di tahun 1997 yang per
SEMPURNA TAK HARUS LENGKAP SEUTUHNYA
Namaku Alby Senjaya, sebenarnya ini bukan kisah ku melainkan kisah dari sahabat penaku. Aku mengenal dia sejak aku duduk dikelas 3 SMA, hubungan persahabatan kami tetap terjaga sampai saat ini. Dia adalah orang yang tidak pernah sungkan berbagi kisah hidupnya kepadaku, mulai dari percintaan, ekonomi, bahkan mengenai keluarganya. Dipertemuan kami pertengahan agustus 2020, ia sempat berbagi kisah hidupnya sebelum pergi merantau ke Lampung. Kisah yang menurutku jika dibungkus dalam sebuah karya, akan menjadi inspirasi bagi penikmatnya. Di tulisan ini, aku akan mencoba memposisikan diriku sebagai dia, tidak lain tujuannya agar pembaca lebih mudah memahami setiap kata-katanya.
Aku memulai tulisan ini tepat pada masa pandemic yang benar-benar perdana ku alami. Aku menulis bukan semata-mata untuk menceritakan kegagalanku pada dunia melainkan aku hanya ingin berbagi pelajaran dari kisah yang terjadi. Aku adalah anak milenial, lahir di tahun 1997 yang perdana di 2020 menghadapi masa new normal. Jika boleh jujur sebenarnya aku kurang mengerti apa yang disebut New, apakah mengenai pembatasan bersosial?. Aku adalah penyuka “sendiri”, sejak sekolah dasar hingga saat ini kesunyian adalah temanku. Sebenarnya sifat itu muncul bukan serta-merta keinginanku melainkan banyak sebab yang memaksa aku menjadi manusia yang minder pergaulan. Sebenarnya sebab utama adalah dari segi keluarga.
Dahulu keluargaku adalah keluarga yang layak untuk dikategorikan keluarga mewah dibanding tetangga dan lingkungan sekitar. Aku termasuk anak yang dapat menggenggam apa saja yang aku kehendaki, namun seiring berjalannya waktu aku tertempah untuk lebih mengerti bahwa sempurna tak harus lengkap seutuhnya. Aku tidak dapat menyalahkan segala yang terjadi adalah mutlak kesalahan orang tuaku. Yang aku tau pasti, mereka telah membesarkan ku menjadi sosok tangguh dengan segala cinta dan kasih, terutama mamaku.
Singkatnya di usia 5 tahun, aku harus mulai merasakan hidup menyerupai kucing, berpindah tempat tinggal satu ketempat lainnya. sebenarnya alasan utama adalah keteledoran ayah. Ayah terjerat kasus transaksi senjata api menyebabkan ayah jadi target buronan. Hingga keluarga kami menemukan banyak hambatan yang benar-benar memaksa kami untuk keluar dari zona nyaman. Sebagai orang tua yang baik, ayah dan mama tidak begitu saja melepaskan tanggung jawabnya untuk menyekolahkan ku dimanapun daerah yang saat itu kami tinggali. Tentu mereka tidak mau anaknya tertinggal materi pembelajaran. Baik kan mereka? Itu alasan mengapa aku sangat bersyukur terlahir di keluarga ini, keluarga yang mengajarkan untuk tetap konsisten dalam konsekuen di semua aspek kehidupan.
Berpindah tempat tinggal bukan hanya dari kota ke kota lain, melainkan provinsi antar provinsi, bahkan pulau ke pulau, dan sampai pada titik dimana kami mendapatkan apa yang kami sebut rumah. Yah, walaupun harus memaksa kami sekeluarga untuk jauh dari keluarga besar kami yang lain. Selayaknya pujangga yang menemukan sosok rumah dalam diri kekasihnya, sesyahdu itulah kebahagiaan kami di rumah baru kami ini. Sebagai keluarga yang siap untuk kokoh melalui buaian suka maupun gelombang duka yang menghampiri. Mengenai pendidikan ku, disini aku sekolah seperti layaknya anak lain. Jika membahas kebahagiaan, tentu aku sangat bahagia karena aku tidak perlu lagi memikirkan mencari teman baru ditempat baru.
Singkatnya dimasa sekolah menengah pertama, aku masih menjadi sosok manja yang selalu bergantung pada mama, bahkan apapun yang terjadi padaku selalu beliau tahu, tentu bukan beban untuk beliau. Karena yang aku tahu mama adalah wanita hebat yang benar-benar mencintai anaknya dengan kasih. Pengertiannya lebih besar dari kesalahan yang aku lakukan. Sampai pada saat aku memasuki sekolah menengah atas aku kembali ditempa untuk menjadi sosok yang benar-benar mandiri, tidak banyak yang dapat aku adukan pada mama. Aku dipaksa pisah atap dari mama, aku tinggal di kos didekat sekolahan.
Oh iya, mengenai percintaan? Aku tidak mau kotori tulisan ini dengan kisah cinta monyet dan mengenai tempahan yang aku tuju di atas, itu adalah belitan segala macam keadaan ekonomi keluarga kami yang mengharuskan kami untuk tidak menyerah dalam mencari jalan keluar atas segala macam benturan. Masak pakai tungku tanpa minyak tanah, makan hanya dengan sambal korek(sambal yang terbuat dari cabai, bawang merah dan garam), dikejar satpol PP karena mengambil sapu di warung tanpa bayar yah, istilah kasarnya “nyolong” untuk membayar denda karena terlambat datang ke ke sekolah. Hay teman-teman sekolah menengah atas, apa kabar? Simpan baik-baik ya momen hebat itu, tidak semua anak beruntung alami keadaan itu dan jangan lupa ceritakan pada anak-anak kalian.
Lanjut lagi ya, dan tentu dengan segala kasih sayang dari orang tuaku yang luar biasa memacu dan mendukungku untuk menjadi anak yang berprestasi. Dan atas segala anugrah Tuhan dengan berbagai imbalan dari pihak sekolah atas pencapaian prestasi itu ada sedikit banyak yang bisa aku pakai untuk memenuhi pembayaran kos yang kadang mengalami keterlambatan dikarenakan uangnya digunakan untuk keperluan sekolah. Waktu terus berjalan, sampai pada saat aku lulus sekolah dan masa dimana seorang anak mencari jati diri. Aku menemukan tempahan yang benar-benar menjadi modal ku untuk terus kuat dalam menghadapi segala masalah yang sampai detik ini ku alami.
Singkat cerita 2 bulan setelah lulus, aku kerja disalah satu instansi demi hanya 1 tujuan untuk menunaikan keinginan punya motor sendiri. Aku menghabiskan masa remajaku dengan segala macam tekanan pekerjaan dan aku menikmatinya, bertahan demi keinginan selama 2 tahun bersama keprihatinan dengan 10kg beras dan 1 papan telor untuk sebulan. Tuhan sangat baik, dalam segala skenario terbaiknya, aku dikirimkan bapak dan ibu kos yang baik juga orang sekitar yang perduli atas beban ku. Terimakasih bapak, ibu dan teman-temanku pada masa yang ini, kalian luar biasa.
Tentu semua berjalan seimbang, awal selalu bertemu akhir dan bahagia selalu bersama kesedihan. Berjalan 2 tahun lebih aku kembali menemui krikil, aku mengalami kecelakaan kerja dalam perjalanan dan mematahkan sebelah kaki orang dan mematahkan angan ku sendiri untuk terus berjuang dengan keadaanku itu. Mataku dibuka untuk berani mengambil bagian inti dari kehidupan yaitu berjuang untuk keluar dari zona nyaman atas segala tekanan yang tadinya masih ku nikmati, aku mengundurkan diri dengan suatu alasan. Dimasa ini mataku kembali dibuka untuk terus bersyukur mempunyai kedua orang tua dengan tanggung jawab luar biasa atas segala hal yang menimpaku. Pembayaran motor yang tadinya bias ku antisipasi dari nominal bulanan yang kudapat dari pekerjaanku sebelumnya tapi akhirnya harus dibayar oleh kedua orang tuaku.
Seiring berjalannya waktu, aku memulai kembali menata kehidupanku. Kala itu aku mendapat kabar gembira bahwasannya ada kesempatan untuk aku meneruskan pendidikan ku demi mendapat title sarjana. Yang sebenarnya di bagian ini adalah bagian terhebat, dimana aku diketemukan oleh tempahan-tempahan yang sama sekali tak terfikir sebelumnya. Mengenai melanjutkan pendidikan? Yup, tepat! Aku sangat mendamba. Bahkan demi tujuan itu segala hal yang aku butuhkan sesegera mungkin aku adakan dan ku sediakan. Tentang nominal, persyaratan hitam di atas putih bahkan batinku benar-benar ku fokuskan pada tujuan itu. Betapa bahagianya menjadi sosok yang punya gelar sarjana pendidikan agama setelah lulus besok. Selalu itu dan hanya itu yang menjadi pacuan ku, tetapi ternyata Tuhan kembali menunjukan kuasanya bahwa apa yang menurut kita baik tidak selamanya pula baik bagi Tuhan.
Sempurna tak harus lengkap seutuhnya, yup! Aku kembali gagal dengan impianku oleh karena alasan orang tuaku yang tidak memberi restu sebab melihat dari umur mereka yang mulai senja sementara aku dan adikku masih sama-sama membutuhkan biaya pendidikan, mereka dihantui rasa takut yang mereka ciptakan sendiri. Lantas selanjutnya, apa yang dapat aku lakukan setelah kesekian asa ku kandas? Aku kembali menata hidupku, memutuskan untuk angkat kaki dari segala sumber luka atas asa yang kandas. Aku berlabuh membentangkan kembali tilam mimpi di kehidupan ku disalah satu daerah tepat di kota kelahiran ku
Disini, ditempat ini tidak sedikit dan sangat banyak yang berhasil menempah pribadiku secara paksa, dari lingkungan kerja bahkan dari lingkungan tempatku tinggal. Aku menjadi sosok aries yang teratur oleh aturan, menjadi sosok sabtu Pahing yang menerima getir keadaan, menjadi anak laki-laki yang suka mengadu didalam tulisan. Diarahkan oleh tangan dingin tanpa mulut, aku ditempa menjadi bukan aku, terus menjadi dan sampai akhirnya telah terjadi. Aku menemukan suasana hebat diketemukan dengan orang orang hebat, bersahabat dan bermartabat.
Disini, ditempat ini, Ditempat kelahiran ku aku diperkenalkan sebuah keluarga didalam lingkungan pekerjaan. Teman-temanku dimasa ini, hay! Apa kabar? Terimakasih, kalian hebat! Aku mencintai kalian selayaknya aku mencintai saudara kembar ku sendiri. Kalian mengajarkan aku untuk menghargai apa arti hidup didalam kecukupan, bahwa bukan mewah yang jadi tujuan utama kehidupan melainkan merasa cukup dengan apa yang dihasilkan dari usaha diri sendiri, kalian mengajarkan menerima sebuah perbedaan dengan ikhlas tanpa agar, kalian menegaskan bahwa proses tidak menghianati hasil, kalian mengajarkan untuk mempercayai selalu ada kesempatan dalam kesempitan, kalian mengajarkan sebuah prinsip kehidupan untuk terus siap berpacu dengan waktu dari pada hanya sekedar menunggu waktu, kalian mempertontonkan persaudaraan yang bukan hanya mengikat dari sedarah melainkan dari sebuah kebersamaan dalam kelompok, kalian mengajarkan bahwa satu-satunya orang yang dapat dipercayai adalah diri sendiri.
Sampai pada dipertengahan masa new normal ini aku kembali diketemukan oleh hal hebat dengan keadaan yang tak bersahabat. Masa dimana para petinggi yang bermartabat harus berani mengambil akibat. Dimana saat aku menulis ini aku telah terdegradasi dari lingkaran keluargaku. Aku adalah salah satu dari ribuan pekerja yang harus kehilangan pekerjaan ditengah masa pandemic ini. Tentu aku tidak dapat menyalahkan siapapun, dan kembali lagi bahwa keadaan adalah peran utama terbentuknya sebuah hal baru. Dan sekarang aku hanya mengucap terimakasih kepada Tuhan dengan segala kemungkinan, sebab tanpa perihal yang tak direncanakan yang saat ini sudah terjadi, aku tentu tidak mengerti arti “Hebat dalam suatu hal bukan hanya perihal gigih dalam terjal, melainkan sikap tegas dan lugas pada prediksi ketidak-mapanan yang akan terjadi didepan”.
Komentar